Pages

Kamis, 26 Mei 2011

Antara Ilmu Dan Harta

Dalam sebuah hadits, Rasulullâh pernah bersabda : “Anâ madînatul ‘ilmi wa ‘aliyyun bâbuhâ. Akulah kota ilmu dan ‘Ali-lah pintunya. Ketika kaum Khawârij mendengar hadits ini, mereka merasa iri dan membenci Imam ‘Ali.

Kemudian mereka memilih sepuluh pakar dan pembesarnya untuk melakukan dialog dengan Imam Ali.

Mereka sepakat untuk memberikan satu pertanyaan yang sama kepada beliau. Apabila beliau mampu menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang beda satu sama lain, maka mereka akan menganggap beliau sebagai seorang yang pintar seperti yang pernah disabdakan Nabi saw.

Maka datanglah orang yang pertama dari Khawârij itu dan bertanya,
“Hai Ali! Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?”
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut
“Ilmu adalah warisan para nabi sedangkan harta adalah warisan Qârun, Syadâd, dan Fir’aun dan yang lainnya ” jawab Imam Ali. Orang itu pun pergi setelah mendengar jawaban tersebut.

Kemudian datanglah Khawârij kedua dan menanyakan pertanyaan yang sama, dan Imam Ali pun menjawab,

“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut
“Harta itu harus dijaga olehmu sedangkan ilmu akan menjagamu” Kemudian orang itu pun pergi setelah mendengar jawaban tersebut.

Setelah itu, orang ketiga dari mereka menemui Imam Ali dan menanyakan pertanyaan yang sama, dan Imam Ali pun menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Pemilik harta itu akan mempunyai musuh yang banyak, sedangkan pemilik ilmu mempunyai teman yang banyak”. Kemudian orang itu pun pergi setelah mendengar jawaban tersebut.

Kemudian datanglah Khawarij yang keempat menanyakan pertanyaan yang sama, Imam Ali menjawab,

“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Jika engkau menggunakan harta itu maka harta itu pun akan berkurang, sedangkan jika ilmu yang kau punyai kau gunakan maka ilmu itu pun akan bertambah”. Setelah mendengar jawaban tersebut, orang itu pun pergi.

Setelah itu utusan kelima dari mereka mendatangi Imam Ali dan mengajukan pertanyaan yang sama maka beliau pun menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Pemilik harta dipanggil dengan sebutan si kikir dan sebutan yang tercela, sedangkan pemilik ilmu
dipanggil dengan nama keagungan dan kemuliaan”. Setelah puas dengan jawaban itu, ia pun pergi.

Kemudian datanglah orang keenam menanyakan hal yang sama, dan Imam Ali pun menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Harta itu harus dijaga dari pencuri, sedangkan ilmu tidak perlu dijaga darinya”. Setelah puas dengan
jawaban beliau, orang itupun pergi.

Orang ketujuh dari mereka datang menemui Imam Ali dengan mengajukan pertanyaan yang sama,
maka beliau pun menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Pemilik harta itu akan dihisab pada hari kiamat, sedangkan pemilik ilmu akan diberi syafa’at pada hari
itu”. Setelah mendengar jawaban tersebut, ia pun pergi

Setelah itu utusan kedelapan dari mereka menemui Imam Ali kw dengan pertanyaan yang sama, beliau menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Harta akan menyusut dengan lama disimpan dan dimakan waktu, sedangkan ilmu takkan pernah aus dan takkan pernah binasa”Kemudian ia pun pergi setelah mendapat jawabannya.

Kemudian datanglah utusan kesembilan dan menanyakan pertanyaan yang sama, Imam Ali pun menjawab,
“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Harta itu dapat mengeraskan hati, sedangkan ilmu dapat menerangi hati”. Setelah mendengar jawaban tersebut, ia pun kembali pada kaumnya.

Akhirnya, mereka mengirim utusan terakhir untuk menanyakan pertanyaan yang sama, maka Imam Ali kw menjawab,

“Ilmu lebih utama daripada harta” jawab Imam Ali
“Apa alasannya?” tanya orang tersebut.
“Pemilik harta suka mengakui dirinya sebagai raja, sedangkan pemilik ilmu mengakui dirinya sebagai seorang hamba”

Kemudian Khawârij yang kesepuluh inipun pergi dan Imam Ali kw berkata,

“Jika sekiranya mereka masih menanyakan hal yang sama lagi, maka saya akan menjawabnya dengan jawaban yang berbeda pula selama saya masih hidup”.

Setelah melakukan dialog ini, sepuluh Khawarij itu pun datang untuk menyerahkan diri dan mereka percaya bahwa Imam Ali kw adalah benar-benar seorang yang ‘alim.

Dari kisah diatas, kita bisa mengambil hikmah bahwa begitu berharga dan tingginya nilai suatu ilmu dibanding dengan tumpukan harta. Begitu tingginya nilai ilmu, Imam Ali pernah berkata : “Anâ ‘abdun liman ‘allamanî harfan”. ” Aku adalah hamba bagi orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf”.

Adapun mengenai lemahnya harta, seorang ulama sufi, Imam Hasan al-Bashri pernah mengatakan

bahwa esensi harta itu adalah sesuatu yang halalnya akan dihisab dan haramnya akan disiksa, halâluhû hisâb wa harâmuhû adzâb. Kisah diatas juga mengingatkan kita untuk lebih giat lagi mencari dan menelusuri ilmu-ilmu yang bisa bermanfaat bagi kita sepanjang masa. Dan tentunya niat kita dalam mencarinya pun harus dilandasi dengan kemurnian hati untuk memperoleh ridha-Nya dan menggapai ketenteraman jiwa dalam menghambakan diri kepada-Nya.

Wallâhu a’lam bish-shawâb.

(dikutip dari buku ” Ushfuriyah (Burung-burung Kehidupan)” karya Muhammad bin Abu Bakar Al ‘Ushfuri)

Minggu, 12 September 2010

BELAJAR DARI ANAK KECIL

Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… “Ayah, ayah” kata sang anak…

“Ada apa?” tanya sang ayah…..

“Aku capek Yah, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…

Aku juga capek karena harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capek, sangat capek …

Aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…

aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis…

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang…

Lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah karena ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” …

Sang ayah hanya diam.

Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…

“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.

” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”

” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa Yah?”

” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”

” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”

” Nah, akhirnya kau mengerti Nak”

” Mengerti apa Yah? aku belum mengerti”

” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga… dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”

” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”

” Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?”

” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ”

Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.
 
Copyright 2009 Catatanku. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Download Royalty free images without registering at Pixmac.com