Minggu, 12 September 2010

BELAJAR DARI ANAK KECIL

Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… “Ayah, ayah” kata sang anak…

“Ada apa?” tanya sang ayah…..

“Aku capek Yah, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…

Aku juga capek karena harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capek, sangat capek …

Aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…

aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis…

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang…

Lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah karena ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” …

Sang ayah hanya diam.

Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…

“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.

” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”

” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa Yah?”

” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”

” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”

” Nah, akhirnya kau mengerti Nak”

” Mengerti apa Yah? aku belum mengerti”

” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga… dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”

” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”

” Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?”

” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ”

Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.

Belajar dari Sepasang Telinga Ibu

Rasulullah saw. bersabda,"Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati." (Muttafaqun 'alaihi).

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. dokter yang menungguinya segera berbalik memandang kearah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan kurang menarik. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu, yang tak mampu menahan tangisnya. Sang ibu tahu hidup anak lelakinya itu kurang meggembirakan Anak lelakinya itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, "aku ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya. Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuk anaknya. "Saya yakin saya mampu memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter.

Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkan untuk anaknya. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah. Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahir dengan cukup sempurna. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa tahun kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab,"Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu" Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan," Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orang tua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.

Suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di pinggir jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah istrinya yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah......... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya, bukan? "



--------------------------------

Sahabat MUHASABAH...... Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.

Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat .

Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apayang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Subhaanallah, Betapa dahsyatnya karya dan pekerjaan orang-orang yang ikhlas.

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Orang yang riya (lawan dari ikhlas) memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika dihadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela."
2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, "Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah." (HR Ibnu Majah)
3. Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
4. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya. Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama'i (kebersamaa) dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri sendiri atau kelompoknya semata.

Mari Kita Abadikan Sisa Umur Kita dengan Keikhlasan bersama MUHASABAH dan Lihatlah Karya Besar Yang Akan Kita Lihat Bersama Di Suatu Saat Nanti, Insya Allah. Kita memang belum pernah tatap muka tapi yakinlah bahwa hati-hati kita telah dipersatukan oleh Allah di Page & Group MUHASABAH Yang Sederhana ini, Sabar dan terus memproses diri untuk sebuah Misi yang Wajib kita emban bersama yaitu " Rahmatan Lil 'Alamin " .......................

Rabu, 01 September 2010

SIAPA SAYA...????

Sahabat MUHASABAH Apakah Anda menyukai kesendirian?
Seberapa lama kesendirian Anda butuhkan?
Dalam kesendirian, apakah Anda menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri?

Apabila ada di antara orang mengatakan,”Saya tidak membutuhkan siapa pun. Saya bisa melakukan semua hal dengan kekuatan dan uang saya sendiri”. Kata-kata seperti ini memang nampak gagah di luarnya. Tapi sesungguhnya kropos di dalamnya. Sebuah ungkapan ingin menunjukkan bahwa ia adalah orang hebat yang sia-sia. Orang hebat yang tidak butuh tangan-tangan orang lain untuk melakukan setiap hal dari ambisinya namun tak menunjukkan apapun selain kelemahannya sendiri.

Siapapun orang yang menjadi semakin “kuat”-dalam segala hal-semakin banyak ia bergantung pada orang lemah. Semakin menjadi “besar” orang itu, semakin banyak ia membutuhkan tangan-tangan kecil yang menopang kebesarannya. For example, sebelum si A menjadi pejabat, ia biasa melakukan hampir semua hal kecil dengan tangannya. Tetapi ketika jabatan dan kekayaan ada di genggamannya, ia banyak membutuhkan tangan jelata untuk sekedar mencuci kemeja, menyemir sepatu, menerima telpon, mengatur agenda, menjinjing tas, bahkan hanya untuk sekedar membuka pintu mobil dinasnya. Lalu apa yang ada di benaknya ketika dengan enteng dia menyatakan,”Saya tidak membutuhkan siapa pun. Saya bisa melakukan semua hal dengan kekuatan dan uang saya sendiri”?

Apa yang Anda katakan apabila Anda benar-benar bertemu dengan orang seperti ini dan mendengar ratapannya itu? Jangan lama-lama berpikir. Segera tinggalkan orang itu dan berucaplah terima kasih.

Jika Anda penasaran dan sakit hati, jangan tunjukkan. Sebab ia akan semakin menjadi-jadi. Tapi katakan padanya dengan lembut, ”Pak, Anda luar biasa. Hanya bapak satu-satunya di dunia ini orang yang dapat melakukan seperti apa yang bapak katakan. Saya menantikan keluarbiasaan bapak itu untuk yang kedua kali. Saat di mana bapak memandikan jenazah bapak sendiri, mengkafani jenazah bapak sendiri, menyalatkan jenazah bapak sendiri, mengusung keranda jenazah bapak sendiri dan menimbun jenazah bapak sendiri di pekuburan”.

Orang dengan ongkos hidup yang besar membutuhkan lebih banyak tangan-tangan kecil untuk memenuhi semua kebutuhannya.

Manusia tawadhu memahami hakikat ini sebagai kenyataan bahwa ia tidak bisa hidup sempurna tanpa orang lain. Bahwa ia lemah dan hanya menjadi kuat apabila bersanding harmonis dengan sesamanya. Bisa pasangan hidup, orang tua, anak-anak, teman, kolega, siswa, pelanggan, konsumen, pasien, atasan-bawahan dan semua komunitas dalam jaringan sosial di medan hidup.


Tipe NO..

”Pak, bisakah meminjamkan saya uang untuk sekedar ongkos pulang hari ini?” ”Aduh, tidak bisa. Ongkos saya pun hanya untuk tinggal hari ini dan besok”. ”Masih kosong ya. Bisa ikut sampe depan ngga?”

”Wah, saya buru-buru. Saya ambil jalan memutar. Lain kali saja”

”Bu, mo ke pasar kan. Saya nitip bumbu dapur ya?

“Gimana ya, saya dari pasar tidak langsung pulang. Ada keperluan dengan teman. Mungkin pulangnya sore”.

Orang dengan tipe ini selalu merespon permintaan orang lain dengan pesimistik. Serba tidak. Serba memberi jalan buntu. Dan serba mengkandaskan harapan. Seolah-olah hanya kegelapan yang berani diberikan oleh orang tipe ini. Satu-satunya sikap yang murah ia berikan pada orang lain hanya ”I don’t care”. Orang tipe ini lupa, bahwa ia tidak akan pernah memanen padi dengan hanya menanam rumput.

Orang tipe ini tidak merasa risih dengan segala keterbatasan orang lain. Ia adalah tipe orang yang ingin gembira sendiri saja. Kenyang sendiri saja. Nyenyak sendiri saja. Dan nyaman sendiri saja, kecuali hanya untuk orang-orang tertentu yang masuk pada ring komunitasnya.

Baginda Nabi pernah memberi ilustrasi yang cukup ”pahit” dalam konteks ini:,

”Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam (tidur) dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu”. (HR. Al Bazzaar)


Tipe OK

”Pak, bisakah meminjamkan saya uang untuk sekedar ongkos pulang hari ini?”
”Ok.”

”Masih kosong ya. Bisa ikut sampe depan ngga?”
”Bisa.”

”Bu, mo ke pasar kan. Saya nitip bumbu dapur ya?
”Boleh.”

Pada dasarnya ini tipe orang baik. Tetapi kebaikannya bersipat menunggu. Meskipun ia tahu ada orang yang tengah membutuhkan sesuatu dan ia bisa memenuhinya, ia hanya akan tetap menunggu sampai orang itu meminta kesediaannya membantu. Kebaikan orang tipe ini bersifat ekstrinsik yang baru muncul ke permukaan apabila ada dorongan kuat dari luar dirinya. Orang tipe ini sangat teguh memegang prinsip ” I will do what you ask” Orang tipe ini tidak tahu, bahwa menanam padi banyak untungnya.

Ahaa ... sebuah riwayat Imam Tirmidzi dari kanjeng Nabi mulia, Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam terasa relavan untuk illustrasi manusia tipe ini. Kata baginda. : ”Janganlah kalian menjadi orang bodoh yang mengatakan: “Jika manusia berbuat baik padaku maka akupun berbuat baik padanya. Jika mereka berbuat zalim maka kamipun akan zalim kepada mereka. Akan tetapi pandaikanlah diri kalian, di mana jika manusia berbuat baik maka berbuat baiklah pada mereka dan jika mereka berbuat zalim maka janganlah kamu berbuat zalim kepada mereka”. (HR. Tirmidzi).


Tipe Please, OK dan YES.

”Pak, jika hari dan tanggal segini tidak ada ongkos, bilang saja. Jangan sungkan. Cadangan dana saya lebih dari cukup sampai gajian bulan depan.”

”Hei, mau ke depan ya? Ayo naik. Masih cukup untuk empat orang.”

”Mba, aku mo ke pasar. Mo nitip sesuatu?”

Full inisiatif, peka dan selalu tergerak untuk memberikan kebahagiaan pada orang lain. Orang tipe ini mampu mengubah rasa putus asa orang lain menjadi harapan. Mengubah muram orang lain menjadi ceria. Mengubah kelemahan orang lain menjadi kekuatan. Bagi orang tipe ini, kebahagiaan bukanlah miliknya sendiri. Orang lain juga berhak merasakan kebahagiaan seperti kebahagiaan yang tengah ia rasakan.

Kebaikan orang tipe ini bersifat intrinsik yang tidak bergantung dengan sesuatu yang datang dari luar dirinya. Diminta atau tidak diminta, ia akan melakukan yang terbaik untuk orang lain. Dalam berbagai kesempatan ia tidak pernah lelah menyapa, “What can I do for you?” Orang tipe ini tahu persis bahwa dengan menanam padi, ia bukan hanya akan memanen gabah. Tapi ia juga akan memanen rumput yang tumbuh sendiri di sela-sela rimbun padinya.

Orang tipe ini sadar betul, bahwa apapun yang dilakukannya semua akan kembali padanya,:

“Barang siapa yang mengerjakan amal yang shaleh maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (terjemah QS. Al-Jatsiyah [45]:15). Bagi orang tipe ini, tak akan ada ruginya memulai lebih dulu berbuat baik. Luar biasa.Tak ada ruginya pula mencoba mendisain kita menjadi orang tipe please, yes dan OK.

Semoga kita bisa!
 
Copyright 2009 Catatanku. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Download Royalty free images without registering at Pixmac.com