Senin, 12 Juli 2010

" Tawa Menuju Tuhan "

Al kisah setelah kehilangan keledainya, Mulla lalu mengangkat kedua tangannya, ia bersyukur kepada Tuhan. “Tuhan aku bersyukur kepada-Mu, aku telah kehilangan keledaiku.”

Seorang yang melihat dan mendengar doa Mulla bertanya, “Kamu kehilangan keledaimu, dan kamu bersyukur kepada Tuhan?”

“Aku bersyukur kepada-Nya atas kebijakan-Nya yang mentakdirkan bahwa aku tidak menunggangi keledai waktu itu. Kalau tidak, sekarang aku tentu hilang juga.”

Anda boleh tersenyum ataupun tidak, melihat keluguan Mulla ini. Keluguan Mulla adalah ciri lain dari keikhlasannya. Tidak hanya Mulla atau guru sufi lainnya tapi seperti begitulah cara kaum sufi menempatkan dirinya sebagai makhluk Tuhan.

Dalam sebuah kesempatan kajian tasawuf positif seorang teman berucap sembari bergurau “Hanya ada satu hal yang membedakan antara masyarakat manusia dengan komunitas primata – kera atau gorilla – ”, Apa itu ? humor. Humor adalah ciri khas yang ada pada masyarakat manusia. Di belahan dunia ini kita bisa cari dimana atau apa ada yang bisa membuktikan bahwa pada primata (kelompok kera atau gorilla) ada humor, yang kita saksikan hanyalah keseriusan. Masyarakat gorilla adalah masyarakat tanpa canda dan tawa. Kalau anda masih bisa tertawa anda masih manusia? Bagaimana kalau anda yang sering ditertawakan ? Nah, lanjut kawan saya , sama juga yang membedakan masyarakat awam dengan kaum sufi – kalau sufi dianggap sebagai kelompok minoritas ditengah mayoritas Muslim awam - juga adanya humor, yakni humor sufi.

Melalui humor kaum sufi bercerita tentang kisah-kisah yang tidak saja bisa mentertawakan diri sendiri tapi malah mampu mentertawakan seluruh kehidupan ini.

Buat kaum sufi kehidupan ini adalah sejenis senda gurau, gurauan yang tidak saja memberitahukan akan makna-makna kegenitan duniawi tapi juga berisi kejenakaan dan kesadaran diri yang ingin menyatu dengan-Nya.

Cerita sufi kadang-kadang menggelitik bahkan cenderung “nakal” tetapi kisah-kisahnya mengajarkan banyak kearifan. Kearifan memang tidak harus disampaikan dengan kening berkerut, tapi bisa juga disampaikan melalui cerita jenaka. Kejenakaan humor sufi tidak hanya dipenuhi dengan teori-teori kearifan (hikmah) teoritis, tetapi humor sufi lebih banyak mengajarkan kearifan praktis yang muncul pada sebagian besar kisah-kisah sufi yang amat masyhur. (Bersambung)

Ama Salman @2001

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Catatanku. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Download Royalty free images without registering at Pixmac.com